Bagian Kedua
Sekolahku, Rumahku
“Hari ini kita akan belajar membuat coklat, yang nantinya akan kalian jual. Nah, modalnya itu sekitar Rp. 40.000, untuk sementara modalnya dari Ibu, nanti kalian jual coklat hasil bikinan kalian untuk balik modal, supaya kalian gak usah beli bahannya.” Jelas Ibu Esih saat praktik membuat coklat untuk bahan pembelajaran di kelasku, begitu juga kelas lain.
“Bu, kita praktiknya dimana bu?” tanya seorang murid perempuan yang lebih antusias pada materi membuat coklat ini dibanding keturunan Adam yang apatis.
“kita praktiknya dikelas aja. Ibu sudah bawa semua peralatannya, termasuk kompor, cetakan, sendok, gas dan sebagainya”
“asiiiiik.....!” teriak kegembiraan murid zaman sekarang yang pengennya “disuapin” guru.
Haaaaaah......... BT juga kalo sekolah begini – gini aja. Mana harus satu kelompok sama manusia – manusia purba (teman laki – laki sekelas) lagi. Tapi untunglah, ada si Fadli. Praktik dikelasku termasuk yang terlambat, karena kelas – kelas lain sudah seminggu yang lalu praktik membuat dan menjual coklat dari Ibu Esih ini. Ibu Esih adalah salah satu guru yang mengajar di MAN ini. Dia adalah guru keterampilan. Kami cukup senang belajar bersama ia. Karena cara mengajar yang santai, dan materi pelajaran yang tak perlu memperhitungkan rumus ataupun menghafal teori.
Ibu Esih juga bertugas sebagai penanggung jawab perpustakaan. Tempat yang paling aku suka di sekolah, namun tentu bukan karena aku gemar membaca saja, tetapi juga karena aku sering tidur saat sedang mengantuk disana. Begitu juga dengan Yusup, Abeng, Fadli dan juga Indra. Kita berlima, (atau lebih populer kami sebut “Anggota 5Janji”) juga sering datang ke perpustakaan. Namun, dibanding mereka, aku yang paling sering berada disana. hingga aku diberi kepercayaan memegang kunci itu sebagai petugas perpus, namun terkadang, kunci itu berpindah tangan ke anggota yang lain.
Ibu Esih juga bertugas sebagai penanggung jawab perpustakaan. Tempat yang paling aku suka di sekolah, namun tentu bukan karena aku gemar membaca saja, tetapi juga karena aku sering tidur saat sedang mengantuk disana. Begitu juga dengan Yusup, Abeng, Fadli dan juga Indra. Kita berlima, (atau lebih populer kami sebut “Anggota 5Janji”) juga sering datang ke perpustakaan. Namun, dibanding mereka, aku yang paling sering berada disana. hingga aku diberi kepercayaan memegang kunci itu sebagai petugas perpus, namun terkadang, kunci itu berpindah tangan ke anggota yang lain.
“Tteeeeeeng......... teeeeeeeeeeng............ Jam terakhir, sudah habis. Para siswa/i MAN Cikarang diperkenankan untuk pulang” bunyinya seperti nyanyian syahdu ditelinga kami saat petugas piket mengumumkan jam belajar telah selesai. Hmm..... males pulang nih. Wah, ternyata beberapa anggota 5Janji juga belum pulang. Yaah... kami memang anti dengan yang namanya pulang “cepet – cepet” terlebih lagi Indra dan Abeng. Sepulang sekolah, aku langsung membuka perpustakaan untuk sekedar “uzlah” dan tidur nyenyak didalam.
Hmm.... udah lewat ashar nih, masih ada orang gak ya di MAN. Wah, ada Indra.
“Dra. Lu belum pulang”
“Et, jangan ditanya da! Gua gek jam segini pulang. Lah kagak”
“bocah gila”
“hmm.... gua masih males pulang nih”
“kita nginep aja da, disekolahan bareng si Abeng”
“lu berdua mau pada nginep?”
“iya”
“boleh”
Awalnya usulan ini bukanlah hal yang akan menjadi rutinitas kami, tapi apa daya, lambat laun usulan ini semakin membumi di hati dan pikiran kami, hingga suatu hari nanti sesuatu yang luar biasa terjadi dan terus saja terjadi.
Malam telah tiba. Bumi sudah bagian telah ditelan bayangan. Adzan magrib dikumandangkan oleh Indra di masjid Aar-Rahman MAN Cikarang ini. Tak terasa perut kami juga sudah mulai lapar.
“kita tidur dimana dra?”
“et, dimana gek”
“duh... gua laper nih. Lu udah pada makan belum?”
“et, jangan ditanya da”
“hehe... gua salah nanya ya! Ya udah, nih, beliin makanan pake duit gua. Beli nasi ya”
Senangnya bisa bermalam bersama teman – teman di sekolah. Terlebih dengan anggota 5Janji.
“asyiik... makanan sudah dateng. Kita mau makan dimana? Di mesjid!”
“diruang guru aja enak, sambil nonton TV”
“ya udah, ayo”
Haha... jarang – jarang makan didalem ruang guru sambil nonton TV. Duduk – duduk disofa, bikin teh atau kopi, bahkan mandi diruang guru juga lagi.
“wah... bosen juga nih, gak ada hiburan”
“kita maen kartu aja!”
“kartu apaan?”
“kartu gaplek aja”
“emang lu punya?”
“beli aja, paling Cuma 3 ribu”
“dimana belinya?”
“diwarung – warung sisni gek ada”
“ya udah ayo kita beli, sambil jalan - jalan”
Sekelompok anak tak rindu rumah berjalan digelap malam, dengan pakaian bau karena badan belum mandi berjalan dengan pasti disetiap langkahnya seakan dunia milik mereka, melirik kanan dan kiri mencari mangsa yang belum juga mereka jumpai. Dari satu tempat ketempat yang lain, terus berjuang tak putus harapan sampai menemukan yang menjadi tujuan mereka. GAPLEK.
“tu, coba diwarung itu dah. Nih duitnya”
“dra, lu yang beli dra”
“ah, lu ajah beng ah”
“malu gua dra, masa tampang alim begini beli gaplek”
“udah, biarin ajah... berkorban apah beng”
“iya dah”
“hahaha..... si abeng yang kena. haha”
“dasar, otak licik lu dra”
“lah, dari pada gua yang malu, mendingan dia. Kan kalo muka gua mah dah familiar. Banyak yang kenal, jadi dia ajah, haha”
Aaaah..... akhirnya dapet juga! Saatnya kembali ke kandang. Sampai di MAN kami langsung meluncur ke “kamar” X.3. kami langsung mengambil posisi masing – masing, duduk bersila mebentuk segitiga dan mengeluarkan “kitab”. “kitab” yang tadi kami cari di warung. Yaitu, Kitab Kuning alias GAPLEK. Kami bermain sampai larut malam. Menang atau kalah... ngocok atau di kocok..... bagong atau selamat......
Padahal bisa dibilang ini pertama kalinya aku bermain gaplek sperti ini. Buset deh, gua gaul sama manusia ini malah pinter judi nih. Mana maennya malem – malem, pake bagong – bagoongan segala lagi. Dia nyebut “dedengkot” aja gua gak tau, bener – bener ini mah. Pada gila bener temen gua. Mana ni bocah kagak pada mikirin PR/ tugas sekolah pisan lagi. Ampun gua!
“duh, laper lagi nih”
“beli makanan lagi gek”
“kita masak ajah. Masak mie”
“masaknya dimana?”
“di perpus ajaaa! Kan diperpus ada kompor sama gas, kualinya juga ada”
“kan dikunci perpusnya”
“kan kuncinya gua yang megang”
“naaah... ya udah kalo begitumah, jadi ayo”
Ibu Esih, maaf kan kelakuan kami. Memakai alat praktik mu untuk mengisi perut kami yang sedang kosong ini. Maafkan pula kedua orang kelaparan ini. Merka juga sama sepertiku, tidak beda pemikiran maupun perutnya. Sama – sama lapar dan gak tau diri. Amin!
Mie.. siap! Piring... siap! Kompor... siap! Perut... gak sabar! Masaaaaaak......
Mantaaaab! Daah, perut udah tenang sekarang. Tenang sedikit lah.
“sekarang kita mau ngapain?”
“udah malem nih, kita tidur aja yuk!”
“tidurnya dimana? Dikelas apa dimasjid?”
“dimesjid aja, enak ada karpet sama kipas”
“beli autan dulu, banyak nyamuk”
“yoooo.....”
Jam menunjukan hampir jam 12 malam. Ternyata mata kami tidak bisa berdusta untuk tidak terpejam. Lagipula, besok kami masih harus sekolah. Kami tidak bisa mengambil resiko untuk tetap begadang sambil main gaplek ataupun masak – masak . tidak kami sangka, bahwa malam ini akan berlanjut pada malam – malam selanjutnya. Hampir setiap minggunya kamu menginap bersama. Bahkan tidak hanya kamu bertiga lagi. Terkadang kami juga mengajak teman – teman lain. Bahkan terkadang aku memanggil Inten untuk menemui kami melalui Hp, biasanya untuk sekedar meminjam Carger Hp, atau yang paling parah untuk meminta ia membawakan makanan untuk kami. Tapi tentu saja kami tidak mengeksploitasinya hanya untuk memmanfaatkannya (itu kejam).
Kami tahu ia juga senang bersama kami, kamipun senag bersamanya. Karena itu, terkadang aku memanggilnya untuk sekedar berbincang dan bercanda bersama kami untuk mengisi kekosongan malam kami. Kamipun tak pernah memaksanya untuk datang ketika kami panggil. Inten adalah teman wanita yang bisa dibilang paling dekat dengan semua anggota 5Janji, dia juga anak putri dari kepala sekolah kami, karena itu ia tidak ragu jika ingin main kesekolah kapan saja. Pernah pada suatu malam saat aku dan Indra menginap disekolah, seperti biasa aku SMS Inten untuk datang, dan kebetulan, saat itu, keluarganya sedang pergi.
Kami tahu ia juga senang bersama kami, kamipun senag bersamanya. Karena itu, terkadang aku memanggilnya untuk sekedar berbincang dan bercanda bersama kami untuk mengisi kekosongan malam kami. Kamipun tak pernah memaksanya untuk datang ketika kami panggil. Inten adalah teman wanita yang bisa dibilang paling dekat dengan semua anggota 5Janji, dia juga anak putri dari kepala sekolah kami, karena itu ia tidak ragu jika ingin main kesekolah kapan saja. Pernah pada suatu malam saat aku dan Indra menginap disekolah, seperti biasa aku SMS Inten untuk datang, dan kebetulan, saat itu, keluarganya sedang pergi.
Dirumahnya hanya ada Inten dan Saudaranya Hanna yang juga teman kami. Aku bilang kepada Indra “Ini kesempatan bagus buat maen dan ngacak – ngacak rumahnya.
Jarang – jarang ngacak – ngacak rumah kepala sekolah”. Indra menyetujuinya, dan kami langsung menjumpai rumahnya. Dan benar pula, bahwa rumahnya sedang kosong, dan benar juga, bahwa kami mengacak – ngacak isi rumahnya. Puas kami kami bermain. Kamipun kembali ke”Rumah”.
Jarang – jarang ngacak – ngacak rumah kepala sekolah”. Indra menyetujuinya, dan kami langsung menjumpai rumahnya. Dan benar pula, bahwa rumahnya sedang kosong, dan benar juga, bahwa kami mengacak – ngacak isi rumahnya. Puas kami kami bermain. Kamipun kembali ke”Rumah”.
“Assholaaaatu Khoirumminannauuuuum!”
Prang.....! pecah sudah mimpi – mimpi kami, saat mendengar seseorang mengumandangkan adzan disamping kami saat kami masih terlelap didalam masjid yang penuh dengan nyamuk. Wah... ternyata babeh! Pemilik kantin sekolah kami. Gak kerasa nih, udah pagi. Shalat dulu...
Baca bismilah sambil cuci tangan..
Kumur – kumur bersih hidung basuh muka...
Tangan sampai kesiku...
Kepala dan telinga...
Terakhir cuci kaki lalu do’a...
Allahu akbar......
Al-Fatihah.....
Assalamu’alaikum.....
Amin....
Dah ayo, kita main gaplek lagi....!!!
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Di suatu pagi saat Ibu Esih masuk perpustakaan...)
“Kok perpustakaan kotor banget sih. Loh, kok kuali buat praktik Ibu pada kotor begini, ada bekas indomienya! Kayanya ada yang masak disini nih. Bekasannya gak dicuci lagi! Siapa yang suka masak disini ya? Entar Ibu cari nih..”
0 komentar:
Posting Komentar