Rabu, 22 Desember 2010

Lagu Rindu Nostalgia

Saat ini sunyi memakan gelap
Hanya sebagian orang yang mendengar nyanyian malam dibulan ramadhan
Terjaga ditengah khidmatnya beribadah
Tidak denganku
Mendengar petik gitar dan alunan lagu rindu lama
Lagu yang lama tak kudengar
Banyak yang terjadi malam ini
Dibalik layar teknologi penguasa masa depan
Ya, apapun bisa terjadi
Terutama saat kau berhadapan dengan manusia
Terlebih wanita
Tak ada lagi suara kudengar diistana keluarga ditengah malam
Hanya aku yang menyembunyikan suara itu didalam telinga sendiri
Asiknya malam ini
Seperti baru melepas kangen pada kekasih cinta pertama
Kenapa selalu malam yang menjadi saksi kerinduanku?
Haruskah aku mencari siang ditengah gelap kelam
Tentu matahari takkan berkhianat pada bintang – bintang
Untunglah tak ada long-longan anjing hitam di siang hari
Karena temannya adalah rembulan
Untunglah tak ada keringat yang mengucur dari para petani di malam hari
Karena temannya kicau burung yang menari berenergi cahaya mentari
Dan Yang terpenting saat ini
Aku percaya pada hari

Kamis, 16 Desember 2010

CURHAT SEORANG YATIM; AYAH



Aku bersaksi bahwa Tuhan bekerja secara misterius
Matahari yang senantiasa bersama kami melihat itu
Hai matahari, kita berdua menyaksikan itu
Dengan aku dikursi bumi dan kau dikursi awan?
Tiada prasangka, tiada curiga
Secara garis waktu ditakdirkan, semua biasa saja
Aku bersamanya sepanjang hari namun seakan aku tak ada
Pikiran dan keringat, harmoni dunianya
Dapat kucium asamnya hingga ke paru – paru
Namun aku tak pernah menyentuh pikirannya
Tapi hatinya, setiap saat memelukku
Seperti merasa enggan terlalu jauh
Padahal aku memandang dengan angkuh
Kau bisa katakan aku telah biasa
Kau bisa katakan kita semua biasa
Kecil dahulu kita terlena
Dewasa ini kita berperan
Jika saja, aku bisa pergi kelaut lagi bersamanya
Kuharap aku bisa memungut karang lebih banyak di pantai
Agar aku bisa memberikan semuanya kepada baginda raja
Jika ia kehilangan satu, maka ia kan memiliki banyak
Kupikir tak akan habis sampai berubanlah dia
Dia bijak
Dengan wasiat ajaib miliknya
Semua wasiat tertulis dengan danta
Ouh bumi, kau sudah tak sabar rupanya
Sampai malampun kau menggaung memanggilnya
Ditengah gerik ala santrinya
Ia bertengger di kaki Tuhan
Merendah bersuci hati
Ouh aku memujanya
Malam itu hangat sehangat uap teh paginya
Malam itu cerah secerah senyumnya
Menjelma dengan lembut menyusup hakikat kehidupan
Yaitu kematian
Kau dekat dengannya
Dekat sekali
Langkah terakhirmu menuju istana kita bertasbih memuji-Nya
Setelah itu, biar aku yang kan bercerita
Jika kau lihat aku sekarang, aku ingin sekali berkata “aku dapat menulis”
Dan kuceritakan kisah indahmu dalam tulisanku
Sampainya diakhir kalimat aku menangis
Tapi aku lelaki
Yang kau ajari kuat
Dan aku berbisik “Terima Kasih”
Sampai kubasuh kakimu
Jasadmu sedingin subuh
Kurasa kau mengenali sentuhan tanganku waktu itu
Sejak dirahim kau tak pernah alpa dalam memeluk dan menggodaku
Kau pasti ingat siapa aku
Aku pangeranmu
Diiringi sirine mobil putih
Dibalik kaca, mata-mata-mata heran memandang
Menyaksikan ketidak tahuan yang tak biasa
Sampai dipelaminan, kusaksikan kurcaci berdatangan
Dengan rasa kemanusiaan dan persaudaraan serta solidaritas mereka memandumu
Jauh dariku dan yang lain
Dentuman senapan kosong, kumandang nyanyian surga, dan aroma kembang berwarna warni
 Yang kau rindukan dihari tua nanti
Kau baja, kau cahaya, dan kaupun bunga
Memberi perlindungan
Memberi tauladan
Memberi kasih sayang
Kuharap Sultan kita membuka dirimu duduk disisinya
Saat kami rindu kau kan berkelana dimimpi
Sekarang kau jauh
Sekarang kau bahagia
Semoga kau tenang dengan amalmu
Dipelaminanmu yang baru
Sayonara Ayah

EPISODE HIDUPKU

Bagian pertama
Rapat 5 Janji


“Ciri – cirinya apa dra?” tanya Yusup dengan antusias tinggi
“ciri – cirinya, badan bahenol, hehe...” jawab Indra mencoba mengelak
“yang bener?” tanya yusup kembali, dengan nada suara seolah tidak percaya dan pengingkaran berat
“trus, hm... cewe itu kenal sama lu gk?” sela fadli dalam heningnya mencari pertanyaan untuk diajukan pada indra
“yaa... enggak si” jawab indra mencurigakan
Kemudian, sambil tersenyum dan tertawa kecil yusup bertanya, “dia adanya di kelas berapa, hihi?”
“laaaaah... jangan dikasih tau itu mah” protes keras indra dan kawan – kawan yang lain terhadap pertanyaan yusup.

Yusup tetap saja tertawa tak bisa menahan komedi yang dibuatnya sendir. Sedang aku dan abeng hanya diam sambil menyimak percakapan sekumpulan anak muda lajang dan perjaka kelas 1 Aliyah ini. Hal ini pula yang tanpa sadar telah melahirkan perkumpulan bergengsi disekolah dan beranggota anak – anak dengan karakter dan pribadi yang luar biasa. Sudah berjam – jam kami membicarakan tentang wanita yang menjadi pencuri hati bagi kami semua. Mungkin terdengar konyol, benar – benar memalukan jika aku ingat. Sekelompok pria membicarakan wanita pujaan mereka. Tapi tahukah kalian, kejadian ini akan terus berlanjut hingga ke jenjang yang lebih tinggi hingga menimbulkan kisah – kisah percintaan dan kisah – kisah lain yang menarik antara 5 remaja semasa SMA (walau kami semua sekolah di Madrasah Aliyah).
“sekarang gini aja, lu pada berani gak, kita semua kasih tau nama cewe itu, tapi cukup kita berlima aja yang tahu” usul salah satu anggota rapat terbatas perdana kami.
Muncul wajah – wajah dengan ekspresi beragam dari masing – masing anggota. Yusup yang kelihatannya paling malu, karena bermasalah dengan “PD” –nya. Indra dengan raut wajah penuh derita dan dosa terpendam mencoba bersikap tenang . Fadli yang kelihatannya antusias dengan pernyataannya itu mencoba mengambil alih diskusi. Sedang Abeng yang kelihatannya agak sedikit malu mencoba tersenyum kecil pada kami semua. Sedang diriku yang langsung mengulurkan tangan ketengah – tengah seluruh anggota dengan cepat dan dengan berani langsung berkata,
“ayo, setuju ya semuanya?”
Keadaan hening sempat menghinggapi kami semua untuk beberapa saat, sepertinya mereka semua sedang bertempur dengan pikiran masing – masing dan membuat prasangka sendiri yang dapat menguntungkan mereka. Sungguh konyol jika kuingat peristiwa itu yang menjadi peristiwa besar dalam sejarah MAN Cikarang dan hanya kami berlima yang tahu akan hal ini. Menyenangkan.
“begini aja, kita tulis aja nama – nama dari kita masing – masing, terus dikumpulin. Ntar kita ngeliatnya bergantian, kan jadinya seru” usul yusup mencoba meng”iya”kan usulan fadli dengan metodenya sendiri.

Aku langsung menarik kembali tangan yang tadinya ku sodorkan kepada mereka. Sedang abeng semakin tersenyum lebar tanpa memperlihatkan rangkaian gigi – giginya yang seksi. Indra mulai merasa gelisah mencoba menolak usulan tersebut. Karena dari cerita yang dipaparkannya dalam mendeskripsikan wanita pujaannya itu, dialah yang paling membuat kami penasaran. Indra memang terkenal pandai bercerita. Bahkan ceritanya selalu kami nanti.
“buset deh! hehehe” indra bicara singkat mencoba menolak usulan itu.

Tapi apa daya, dia tidak mampu mengelaknya. Apalagi 3 dari 5 anggota rapat itu telah setuju. Untungnya rapat itu berlangsung tanpa memakai metode yang dipakai para sahabat Nabi SAW saat pengangkatan Khalifah Ustman bin Affan yang dinamakan Majlis Syura, dimana jika ada 1 atau dua anggota tidak setuju, sedangkan sisanya dari kelima anggota itu setuju, maka seorang atau dua anggota yang tidak setuju itu harus dibunuh.
“ya udah, gw setuju. Tapi harus kompak ni ya!” abeng angkat bicara dan setuju dengan usulan itu. Walau terlihat ia bernasib sama dengan indra.
“tapi, sebelumnya kita buat janji dulu anatar kita berlima, supaya adil” usulku agar mereka sepakat akan usulan sebelumnya.
“ya udah. Kita semua janji, gak bakal membocorkan rahasia ini sama siapa aja, cukup kita berlima yang tahu.” Ujar fadli yang terdengar bijaksana.
“kalo misal ada yang khianat, tabokin aja bareng – bareng, hehehe” celoteh khas abeng mencoba menyemangati dan memberi sanksi bagi pelanggar janji.
“ya udah setuju!” jawab kami serentak.
Akhirnya kami memutuskan membuka rahasia ke”pria”an kami yang sangat sensitif dan sensitif. Lembaran kertas disiapkan untuk menulis satu kata paling “sakral” untuk dibaca.
“sup, minta kertas lu” minta fadli
“tuh ya, giliran kertas aja mintanya ke gua, gua ynag jadi korban” protes ketidak adilan seorang yusup.
“gak papa, kan lu punya kertas banyak” kata – khas abengpun melayang. Sedikit membuat yusup jengkel.
Fadli merobek nya menjadi lima bagian. Tanpa komando kami menulis kata “sakral” itu dengan hati – hati. Seakan sedang mengikuti ujian negara, kamis semua menulisnya sambil berjaga – jaga ada mata jahil yang mencoba mengintip, padahal nantinya akan terbongkar juga. Kelihatannya semua sudah selesai. Langsung kami menaruh kertas yang sudah kami lipat ada juga yang digulung kami taruh di tengah lingkarang rapat terbatas dan rahasia yang diadakan dikelas x.3 ini yang telah berlangsung berjam – jam. Kelihatannya sebentar lagi sinkronasi hasil rapat, jadi, ini moment yang ditunggu – tunggu. Kami acak kumpulan kertas itu dan kami lihat secara bergiliran. Kira – kira proses ini berlangsung 30 detik, dan setelah itu........
“gua jadi bingung ini!”
“iya. Gua gek sama, hehe”
“coba ini, nama ini siapa yang nulis?”
“itu gua!”
“ouh, elu. Lah, terus yang ini siapa?”
“itu si yusup”
“berarti si indra yang ini?”
“iya”
“ini siapa sih ini, hah!” yusup berkata dengan meledek kertas milikku. Sepertinya mereka memang sudah menduga sebelumnya. Apalagi nama yang kutulis sudah tak asing bagi mereka.
“ah, apaan si ini, dah injek aja. Buk... buk... buk”
“hehehe.... sial, si fadli kurang ajar ni.” Jawabku dalam hati sambil tertawa melihat fadli menginjak – injak kertasku dengan maksud “ngeGuyu”.
“lah, beng... lu si itu beng?”
“iya” abeng menjawab pertanyaanku sambil tersipu malu.
“hahahaha.... gak nyangka”
“tuh, si indra bisa banget, tadi mah ngasih taunya katanya bodynya bahenol, begini – begini, eh... gak tau nya mah si itu ” kata – kata yusup yang mencoba membongkar kebohongan indra saat mendeskripsikan wanita pilihannya. Indra hanya tertawa karena sejak awal ia memang merencanakan itu.
“pantes aja dari tadi tingkahnya aneh” pikirku dalam hati tentang pernyataan indra.
“gua banyak yang gak kenal nih nama – nama perempuannya. pilihan si indra yang mana sih orangnya?” tanyaku dengan serius karena benar – benar tidak tahu.
“itu, yang sekelas sama gua sama si indra. Yang duduknya barisan kedua deket barisan gua meja paling depan” jawab yusup.
“yang mana yaaa......??”
“besok dah gua kasih tahu”
“kalo si fadli yang mana orangnya?” yusup balik bertanya.
“sekelas sama gua, yang duduknya samping meja gua. Besok gua kasih tau juga dah”
Akhirnya, rapat selesai dengan hasil memuaskan dan mengejutkan. Benar – benar luar biasa. Mungkin kami tidak sadar bahwa pertemuan dihari itu telah menjadi awal baru bagi sejarah MAN Cikarang untuk mempunyai suatu perkumpulan baru beranggotakan siswa – siswa yang akan menjadi sejarah tersendiri dalam catatan sejarah berdirinya sekolah ini. Sebuah perkumpulan yang kami namakan “5Janji”
Keesokan harinya, ada sebuah perasaan yang berbeda antara kami. Rasanya ada suasana baru dibenak hati kami masing – masing. Ada sebuah perasaan yang berbeda yang kurasakan setiap bertemu dengan anggota perkumpulan baru kami. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Sejak saat itu, kami berlima semakin akrab. Dimanapun dan kapanpun saat kami berlima berkumpul, selalu kami bercanda dengan berkata, “woy, rapat.. rapat..! Rapat 5janji”. dan rapat pada hari itu pun terus berlangsung secara rutin tanpa jadwal yang ditentukan untuk meng”up date”status, dan laporan kepada seluruh anggota.
Pernah suatu hari, ada kejadian yang membuat kami kocak berlima. yaitu, saat si indra terlihat asik bercandra mesra dengan wanita yang disukai abeng, walau aku dan fadli berbeda kelas dengan abeng indra dan yusup, kebetulan hari itu aku bersama fadli berkunjung kekelas mereka saat kejadian itu terjadi. Dengan celoteh khas kami, fadli berkata kepada abeng dan yusup yang sedang berdiri di samping pintu kelas mereka. Aku terkejut ketika melihat indra sedang bermain bercandra mesra dengan wanita pilihan abeng bahkan nampak seperti sedang menggoda, serentak akumenunjuknya sambil berkata, “pengkhianat!”, kami berempat yang langsung berlari menuju indra dengan ambisi penuh rasa ingin memukul sambil bercanda dan tertawa geli mengeroyok indra, walau indra hakikatnya tidak melanggar janji. Kami benar – benar puas dengan kejadian itu. Indra yang menjadikorban sadar akan kelakuannya, ia hanya tertawa terbahak – bahak. Mungkin lebih tepatnya abeng yang menjadi korban kejadian itu.

Rabu, 15 Desember 2010

EPISODE HIDUPKU 2




Bagian Kedua
Sekolahku, Rumahku

 “Hari ini kita akan belajar membuat coklat, yang nantinya akan kalian jual. Nah, modalnya itu sekitar Rp. 40.000, untuk sementara modalnya dari Ibu, nanti kalian jual coklat hasil bikinan kalian untuk balik modal, supaya kalian gak usah beli bahannya.” Jelas Ibu Esih saat praktik membuat coklat untuk bahan pembelajaran di kelasku, begitu juga kelas lain.
“Bu, kita praktiknya dimana bu?” tanya seorang murid perempuan yang lebih antusias pada materi membuat coklat ini dibanding keturunan Adam yang apatis.
“kita praktiknya dikelas aja. Ibu sudah bawa semua peralatannya, termasuk kompor, cetakan, sendok, gas dan sebagainya”
“asiiiiik.....!” teriak kegembiraan murid zaman sekarang yang pengennya “disuapin” guru.
Haaaaaah......... BT juga kalo sekolah begini – gini aja. Mana harus satu kelompok sama manusia – manusia purba (teman laki – laki sekelas) lagi. Tapi untunglah, ada si Fadli. Praktik dikelasku termasuk yang terlambat, karena kelas – kelas lain sudah seminggu yang lalu praktik membuat dan menjual coklat dari Ibu Esih ini. Ibu Esih adalah salah satu guru yang mengajar di MAN ini. Dia adalah guru keterampilan. Kami cukup senang belajar bersama ia. Karena cara mengajar yang santai, dan materi pelajaran yang tak perlu memperhitungkan rumus ataupun menghafal teori. 

Ibu Esih juga bertugas sebagai penanggung jawab perpustakaan. Tempat yang paling aku suka di sekolah, namun tentu bukan karena aku gemar membaca saja, tetapi juga karena aku sering tidur saat sedang mengantuk disana. Begitu juga dengan Yusup, Abeng, Fadli dan juga Indra. Kita berlima, (atau lebih populer kami sebut “Anggota 5Janji”) juga sering datang ke perpustakaan. Namun, dibanding mereka, aku yang paling sering berada disana. hingga aku diberi kepercayaan memegang kunci itu sebagai petugas perpus, namun terkadang, kunci itu berpindah tangan ke anggota yang lain. 
“Tteeeeeeng......... teeeeeeeeeeng............ Jam terakhir, sudah habis. Para siswa/i MAN Cikarang diperkenankan untuk pulang” bunyinya seperti nyanyian syahdu ditelinga kami saat petugas piket mengumumkan jam belajar telah selesai. Hmm..... males pulang nih. Wah, ternyata beberapa anggota 5Janji juga belum pulang. Yaah... kami memang anti dengan yang namanya pulang “cepet – cepet” terlebih lagi Indra dan Abeng. Sepulang sekolah, aku langsung membuka perpustakaan untuk sekedar “uzlah” dan tidur nyenyak didalam.
Hmm.... udah lewat ashar nih, masih ada orang gak ya di MAN. Wah, ada Indra.
“Dra. Lu belum pulang”
“Et, jangan ditanya da! Gua gek jam segini pulang. Lah kagak”
“bocah gila”
“hmm.... gua masih males pulang nih”
“kita nginep aja da, disekolahan bareng si Abeng”
“lu berdua mau pada nginep?”
“iya”
“boleh”
Awalnya usulan ini bukanlah hal yang akan menjadi rutinitas kami, tapi apa daya, lambat laun usulan ini semakin membumi di hati dan pikiran kami, hingga suatu hari nanti sesuatu yang luar biasa terjadi dan terus saja terjadi.
Malam telah tiba. Bumi sudah bagian telah ditelan bayangan. Adzan magrib dikumandangkan oleh Indra di masjid Aar-Rahman MAN Cikarang ini. Tak terasa perut kami juga sudah mulai lapar.
“kita tidur dimana dra?”
“et, dimana gek”
“duh... gua laper nih. Lu udah pada makan belum?”
“et, jangan ditanya da”
“hehe... gua salah nanya ya! Ya udah, nih, beliin makanan pake duit gua. Beli nasi ya”
Senangnya bisa bermalam bersama teman – teman di sekolah. Terlebih dengan anggota 5Janji. 
“asyiik... makanan sudah dateng. Kita mau makan dimana? Di mesjid!”
“diruang guru aja enak, sambil nonton TV”
“ya udah, ayo”
Haha... jarang – jarang makan didalem ruang guru sambil nonton TV. Duduk – duduk disofa, bikin teh atau kopi, bahkan mandi diruang guru juga lagi.
“wah... bosen juga nih, gak ada hiburan”
“kita maen kartu aja!”
“kartu apaan?”
“kartu gaplek aja”
“emang lu punya?”
“beli aja, paling Cuma 3 ribu”
“dimana belinya?”
“diwarung – warung sisni gek ada”
“ya udah ayo kita beli, sambil jalan - jalan”
Sekelompok anak tak rindu rumah berjalan digelap malam, dengan pakaian bau karena badan belum mandi berjalan dengan pasti disetiap langkahnya seakan dunia milik mereka, melirik kanan dan kiri mencari mangsa yang belum juga mereka jumpai. Dari satu tempat ketempat  yang lain, terus berjuang tak putus harapan sampai menemukan yang menjadi tujuan mereka. GAPLEK.
“tu, coba diwarung itu dah. Nih duitnya”
“dra, lu yang beli dra”
“ah, lu ajah beng ah”
“malu gua dra, masa tampang alim begini beli gaplek”
“udah, biarin ajah... berkorban apah beng”
“iya dah”
“hahaha..... si abeng yang kena. haha”
“dasar, otak licik lu dra”
“lah, dari pada gua yang malu, mendingan dia. Kan kalo muka gua mah dah familiar. Banyak yang kenal, jadi dia ajah, haha”
Aaaah..... akhirnya dapet juga! Saatnya kembali ke kandang. Sampai di MAN kami langsung meluncur ke “kamar” X.3. kami langsung mengambil posisi masing – masing, duduk bersila mebentuk segitiga dan mengeluarkan “kitab”. “kitab” yang tadi kami cari di warung. Yaitu, Kitab Kuning alias GAPLEK. Kami bermain sampai larut malam. Menang atau kalah... ngocok atau di kocok..... bagong atau selamat......
Padahal bisa dibilang ini pertama kalinya aku bermain gaplek sperti ini. Buset deh, gua gaul sama manusia ini malah pinter judi nih. Mana maennya malem – malem, pake bagong – bagoongan segala lagi. Dia nyebut “dedengkot” aja gua gak tau, bener – bener ini mah. Pada gila bener temen gua. Mana ni bocah kagak pada mikirin PR/ tugas sekolah pisan lagi. Ampun gua!
“duh, laper lagi nih”
“beli makanan lagi gek”
“kita masak ajah. Masak mie”
“masaknya dimana?”
“di perpus ajaaa! Kan diperpus ada kompor sama gas, kualinya juga ada”
“kan dikunci perpusnya”
“kan kuncinya gua yang megang”
“naaah... ya udah kalo begitumah, jadi ayo”
Ibu Esih, maaf kan kelakuan kami. Memakai alat praktik mu untuk mengisi perut kami yang sedang kosong ini. Maafkan pula kedua orang kelaparan ini. Merka juga sama sepertiku, tidak beda pemikiran maupun perutnya. Sama – sama lapar dan gak tau diri. Amin!
Mie.. siap! Piring... siap! Kompor... siap! Perut... gak sabar! Masaaaaaak......
Mantaaaab! Daah, perut udah tenang sekarang. Tenang sedikit lah.
“sekarang kita mau ngapain?”
“udah malem nih, kita tidur aja yuk!”
“tidurnya dimana? Dikelas apa dimasjid?”
“dimesjid aja, enak ada karpet sama kipas”
“beli autan dulu, banyak nyamuk”
“yoooo.....”
Jam menunjukan hampir jam 12 malam. Ternyata mata kami tidak bisa berdusta untuk tidak terpejam. Lagipula, besok kami masih harus sekolah. Kami tidak bisa mengambil resiko untuk tetap begadang sambil main gaplek ataupun masak – masak . tidak kami sangka, bahwa malam ini akan berlanjut pada malam – malam selanjutnya. Hampir setiap minggunya kamu menginap bersama. Bahkan tidak hanya kamu bertiga lagi. Terkadang kami juga mengajak teman – teman lain. Bahkan terkadang aku memanggil Inten untuk menemui kami melalui Hp, biasanya untuk sekedar meminjam Carger Hp, atau yang paling parah untuk meminta ia membawakan makanan untuk kami. Tapi tentu saja kami tidak mengeksploitasinya hanya untuk memmanfaatkannya (itu kejam). 

Kami tahu ia juga senang bersama kami, kamipun senag bersamanya. Karena itu, terkadang aku memanggilnya untuk sekedar berbincang dan bercanda bersama kami untuk mengisi kekosongan malam kami. Kamipun tak pernah memaksanya untuk datang ketika kami panggil. Inten adalah teman wanita yang bisa dibilang paling dekat dengan semua anggota 5Janji, dia juga anak putri dari kepala sekolah kami, karena itu ia tidak ragu jika ingin main kesekolah kapan saja. Pernah pada suatu malam saat aku dan Indra menginap disekolah, seperti biasa aku SMS Inten untuk datang, dan kebetulan, saat itu, keluarganya sedang pergi.
 Dirumahnya hanya ada Inten dan Saudaranya Hanna yang juga teman kami. Aku bilang kepada Indra “Ini kesempatan bagus buat maen dan ngacak – ngacak rumahnya. 

Jarang – jarang ngacak – ngacak rumah kepala sekolah”. Indra menyetujuinya, dan kami langsung menjumpai rumahnya. Dan benar pula, bahwa rumahnya sedang kosong, dan benar juga, bahwa kami mengacak – ngacak isi rumahnya. Puas kami kami bermain. Kamipun kembali ke”Rumah”.
“Assholaaaatu Khoirumminannauuuuum!”
Prang.....! pecah sudah mimpi – mimpi kami, saat mendengar seseorang mengumandangkan adzan disamping kami saat kami masih terlelap didalam masjid yang penuh dengan nyamuk. Wah... ternyata babeh! Pemilik kantin sekolah kami. Gak kerasa nih, udah pagi. Shalat dulu...
Baca bismilah sambil cuci tangan..
Kumur – kumur bersih hidung basuh muka...
Tangan sampai kesiku...
Kepala dan telinga...
Terakhir cuci kaki lalu do’a...
Allahu akbar......
Al-Fatihah.....
Assalamu’alaikum.....
Amin....
Dah ayo, kita main gaplek lagi....!!!
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
(Di suatu pagi saat Ibu Esih masuk perpustakaan...)
“Kok perpustakaan kotor banget sih. Loh, kok kuali buat praktik Ibu pada kotor begini, ada bekas indomienya! Kayanya ada yang masak disini nih. Bekasannya gak dicuci lagi! Siapa yang suka masak disini ya? Entar Ibu cari nih..”

MALAM MENCEKAM



Kembalilah kau ingat awal mula kejadian itu

Karena itu akan menentukan nasibmu dalam persidangan mereka yang mengancam dengan lengan dan otot 
mereka yang kekar menggumpal

Kuyakin hantaman tangan-tangan kasar mereka sangatlah kuat

Seperti biasa aku akan tersenyum saat hal itu terjadi

Tidakkah kau ingat siapa yang kau dzalimi

Ia yang hampir di setiap cahaya bola raksasa memancarkan radiasi ke bumi berkelana bersamamu dalam kenakalan masa peralihanmu menuju kematangan hidup mandiri

Ingatlah bahwa syetan bukanlah makhluk yang pantas kau gauli dan kau ikuti segala rayu godaannya

Ingatlah bahwa menggauli seorang tukang minyak akan meninggalkan baunya kepadamu hingga tercium orang lain

Ingatlah bahwa harapan tidak akan pernah mati walaupun kau tidak mengharapkannya lagi

Aku percaya di setiap perilaku penyimpanganmu di masa mudamu ini tersembunyi bakat-bakat  yang terkurung didalamnya saat kau berfikir untuk menyerah mencari keberhasilan yang kan mengangkat derajatmu beberapa derajat di mata Tuhan dan orang-orang sekitarmu 

Seperti itulah yang kita pelajari saat duduk di bangku-bangku coklat kelas kita

Semoga kau masih mengingatnya wahai kawan

Aku bisa melhat jelas perasaan tertekan yang ada dihatimu saat orang-orang itu bertanya sambil menahan emosi mereka masing-masing saat mengetahui kelakuanmu yang membuat resah mereka, dia, ayahnya, temannya dan juga kami sebagai temanmu

Maaf jika keadilan berbicara seperti ini, tapi kau harus belajar dari peistiwa yang sempat mencengkam malam kami disekolah ini saat bintang-bintang datang menyapa seperti kunang-kunang yang terbang kelangit dengan indahnya hingga kau datangkan mendung yang menutupinya.

Aku tidak ingin mengatakan bahwa malam ini tidak seindah malam yang kemarin
Yang aku katakan adalah malam ini sungguh luar biasa

Malam ini akan menjadi kisah tersendiri walau aku hanya dapat menonton di sofa sambil menguping interogasi yang panjang

Akhirnya mereka tutup malam dengan secarik kertas bermaterai yang kau tanda tangani

Tapi, aku menutup malam ini dengan secangkir jahe hangat yang menghangatkan tubuh di malam dingin dan mencekam ini bersama teman pelipur hati..

Minggu, 12 Desember 2010

Nasihat Ayah dan Ibu serta Nenek

aku hampir berlalu bersama semua yang banyak
kalau saja semua sama pasti aku tertipu
aku bisa saja menjadi penatap wibawa
atau perjaka tidur
kesenanganku hampir hilang dijilat awan
seharusnya aku menjadi angin?
Itu kesenangan mutlak diriku
Nantinya, aku bertemu daun, api, air, atau angin lain
Lebih dari itu, aku bertemu sang waktu
Disitu aku duduk seperti tak bernyawa, pikiran kosong,
dan didepanku akan ada seseorang yang bersih sedang bersyair memanja jiwa
aku hanya bertemu dia pada saat itu
nyanyiannya tak pernah didengar sebelumnya
hanya dia yang tau lirik dan syairnya
dia seperti berkata namun tak berbahasa seperti lainnya
dia bergerak namun tak memiliki mimik yang beda
kita seperti jasad tak ber-ruh
namun berbeda dari kematian
lebih dari itu
saat ia selesai bernyanyi, kami menjadi angin baru yang lebih segar
ada kalanya, saat kami bertemu manusia
kami membelainya seperti mengajak terbang
yang kami senangi, saat bertemu pujangga yang menunggu kami di hamparan ladang ternak
saat itu kami mengitarinya
berdansa, bermain dengan rambutnya dan dia tersenyum geli
aku yang mencari alasan, bertemu dengan banyak hakikat
semua seperti nenek tua
bijak dan sayang
yang kusenangi darinya, ia tak banyak bicara
selalu tenang saat ditanya
ia selalu berkata “jarang yang mengunjungiku”
atau, “Nak, jadilah seorang baik - baik”
Sampai disini, ia cukupkan nasihatnya
Saat ini bulan Desember
Aku terkejut ada yang memanggilku dengan cahaya
Saat itu gelap
Setahuku ini waktuku untuk sendirian saja
Tapi, terpanggil namaku
Dia Castra
Dia yang membelah lingkar malam saat itu
Katanya, dialah bapak langitku
Saat bapak bumimu sudah tiada, aku yang menggantikannya
Aku bapakmu
Bapak dari banyak anak manusia
Kau yang lahir dibawah kakiku
Aku yang menurunkan sifatmu
Jika tak tau, kau mungkin ingat nama lainku
Nashira
Memang bukan nama yang bagus
Anak – anak berhidung besar yang menamaiku seperti itu
Banyak anak – anakku yang telah lupa padaku
Mereka banyak menjadikanku murka
Mereka lupa hakikat aku dan dirinya
Nenek tua pernah bercerita padamu?
Tentang aku dan keluarga langit?
Anakku, saat ayah darahmu dipanggil Ibunya kembali kerahim
Aku yang mengawasimu walau tak lama
Mataku adalah waktu
Kami percaya padanya
Karena ia yang dititahkan-Nya
Kami yang menandakan adanya waktu
Nak, lihatlah apa yang tak bisa kau lihat
Agar kau tak lupa dengan 5 suara di satu bulan dan satu matahari
Agar kau bisa membaca surat berharga dari langit yang atas
Nak, sekarang waktuku ditunda
Akan datang suara ke-3 untuk menyambut dewa api
Bergegaslah
Basuh sedikit dirimu agar dewa api tak membakarmu
Agar kau siap menengadahkan wajah yang lebih baru
Semoga kau tak lupa hakikat kita......
Aku tidak paham sepenuhnya percakapanku dengan Castra
Setidaknya sekarang aku tahu, aku masih memiliki Ayah
Saat ini aku terjebak birokrasi
Mereka yang didalamnya tak kenal kasih
Mereka yang masing – masing mengantongi catatan kecil dengan tinta merah
Meliriknya setiap kali bertemu yang lain
Milikku, masih putih
Aku enggan menulisnya
Disini, yang disebut sampah adalah “kalah”
Jika aku tak kuat berdiri sendiri
Siapa yang mau menopangku?
Aku butuh waktu untuk pergi
Saat berpindahnya diriku oleh bus roda besi
Aku melihat kekiri, aku melihat kekanan
Aku melihat bentuk yang tak asing dan begitu indah
Terkadang ada yang melambai padaku
Kadang ada yang menari – nari
Kadang ada yang terluka tanpa darah
Ini wajah ibuku
Ibu kita
Dia berbisik “sudahkah kau berpamitan pada ibu darahmu?”
Ingat, kami yang menyusuimu hingga besar
Kami suapi setiap kau merengek lapar
Kami yang mengotori diri untuk membersihkanmu
Kami juga yang menannggung sedih hati
Celaanmu tak kuasa kami balas
Apa dulu kami lupa menggendongmu?
Kami menggendongmu setiap hari
Dengan jasad dan do’a
Ibu darahmu mengandung tumbuh tubuhmu
Tapi aku mengandung rusak jasadmu
Ibu darahmu tak pernah kuasa melihat kau jatuh dan berdarah
Tapi ia tak melihatmu hancur oleh juri hidup seperti yang kulihat
Tak apa jika kau mencabut rambut dan tulangku jika kau butuh
Tapi ibu selalu berharap kau ingat bahwa adik – adikmu pun butuh hal yang sama sepertimu
Nak, sekarang Ibu mulai lemas
Saat Ibu sudah sedikit lagi
Tidakkah kau mendengar tangis ibu setiap hari?
Dengarkan kata Ayah Nashira, “lihatlah apa yang tak bisa kau lihat”
Pada saatnya nanti saat Ibu mengandungmu, kau kan tahu betapa waktu kau permainkan
Ingat nasihat Nenek, “jadilah seorang yang baik - baik”
Nak, ibu lelah
Tapi tak bisa tidur
Ibu capek
Namun mustahil tuk istirahat
Saat langit bernyanyi, saat itulah Ibu kan bebas
Saat Ibu bertemu Ayah
Perjalanan diatas Bus roda besi ini melontarkan sejumlah memori
Lorong sempit yang kadang sesak keringat ini berjalan cepat
Membuat waktu serasa lebih lambat
Setiap satu hembus nafasku sejumlah bayang rumah yang tersamar
oleh keterbatasan mata berganti dengan cepat
sepertinya Ibu bumi berbicara dengan tempo ini
kurasa hal itu yang membuatku dapat mendengarnya
kurasa aku mulai mengerti kalam Ayah Castra
dilembutnya angin diudara
kupasang mata jeli memandang
kini waktu berjalan biasa dan tak terdengar lagi Indah kata Ibu Bumi  
seandainya saat ini aku angin
maka hilanglah kesempatanku bercengkrama dengan kasih
seperti halnya kulihat burung yang terbang bagai perahu layar
kuharap aku memiliki layar atau sayap agar menjadi penjelajah angin atau nahkoda kapal
untuk beberapa alasan, sebuah perjalanan bukan pencarian
tapi pelarian
kau bisa menyebrangi samudra seluas telapak tangan malaikat
namun sejauh mana arti penciptaan laut bisa kau dapat?
Hal yang jauh adalah pikiran kita
Hal yang dekat adalah hati kita
Bukankah datangnya bulan lebih membahagiakan dari pada matahari?
Sampai disitu hal yang benar – benar dekat adalah hakikat
Seberapa ingat dirimu bagaimana kau tidur
Seberapa jauh Tuhan memberi mimpi – mimpi tentang dirimu
Raja mimpi adalah seorang ahli keindahan dan filsuf terbesar
Kau tidak bisa mendustai kebenaran-Nya
Setiap aksara menyimpan berjuta arti
Bagaimana dengan aksaraku?

Adakah kau ingin mencari?