Ketika seseorang ditanya tentang Tuhannya, “Dimana Tuhanmu?”, pantaskah dia menjawab “Tuhanku ada di langit” sambil mengacungkan jari telunjuk keatas. Pemahaman kita akan kehadiran Tuhan seakan – akan seperti bayi tanpa susu. Dengan seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, akankah pemahaman kita tentang Tuhan yang berada “dilangit” akan tetap menjadi acuan akan kehausan rasa ingin tahu manusia yang liar? Di era zaman serba rasio ini, tantangan umat Islam yang kian meruncingkan mata pisau yang siap menikam jantung kehidupan kaum beriman, seakan tak terbentengi. Padahal, sebagai umat yang beriman wajib bagi kita akan pemahaman mendalam demi terjawabnya pertanyaan – pertanyaan yang dilemparkan guna melemahkan atau bahkan menjatuhkan mental umat Islam yang kian hari kian terjajah.
Sejak dahulu keberadaan Tuhan bagi seseorang dalam aspek kehidupan sehari – hari dirasa tak lagi memiliki tempat yang layak atau bahkan tidak lagi memiliki tempatnya yang mengakibatkan suburnya pertumbuhan paham sekularisme. Sikap yang terus ditumbuhkan sebagian besar umat Islam untuk memahami kodratnya sebagai makhluk beriman sering kali mengalami kebuntuan yang berkepanjangan akibat kebodohannya sendiri. Tidak heran, konflik yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat sering kali dilatar belakangi oleh faktor lemahnya pemahaman mereka terhadap agama Islam. Pada dasarnya, semua agama mengajarkan para pemeluknya kepada kebaikan. Agama Islam memiliki kecacatan hanya karena orang – orangnya yang cacat.
Kita tidak bisa menyalahkan Nabi Muhammad SAW sebagai pembawa risalah Tuhan akan segala kesulitan dan musibah yang sedang dirasakan umat Islam hari ini. Bukan karena Islam kita seperti ini, tetapi karena kitalah Islam seperti ini. Jika kecacatan kita menyebabkan hilangnya keimanan dalam hati hanya karena kita tidak dapat menjawab pertanyaan sederhana “dimana Tuhan berada?” akankah kemurtadaan sebagai jalan keluar? Sikap jahil yang dilakukan umat Islam sebagai indikasi kurangnya ilmu yang dimiliki menjadi bahan tertawaan bagi kaum komunis yang mulai bangkit ditengah – tengah kesengsaraan masyarakat kecil (tertindas). Akankah sejarah kelam Indonesia saat bangkitnya komunisme yang diawali sekelompok minoritas aktivis organisasi masyarakat yang dipengaruhi para pemikir sosialis barat saat masyarakat Indonesia dijajah oleh bangsa Eropa dan mempengaruhi pola pikir para ativis revolusioner (seperti Samoen ketua organisasi Syarekat Islam Semarang) akan terulang kembali?
Belum lagi, pembahasan filsafat yang mulai populer dikalangan mahasiswa yang menyebabkan masuknya berbagai paham seperti marxisme – leninisme, kapitalisme, individualisme, sosialisme, dll semakin memperbesar pengaruh dominasi ilmu pengetahuan yang tidak lagi diimbangi oleh keimanan yang kuat. Peran para ulama semakin tersingkirkan. Doktrin – doktrin ideologi Islam tidak lagi sekuat dahulu. Terpinggirkannya peran para ulama oleh petinggi negara yang umumnya menganut paham komunis dan sosialis (seperti presiden Soekarno) semakin menciutkan suara yang terdengar dari para ulama Indonesia dari zaman ke zaman. Para ahli sejarah bungkam dengan kondisi ini. Akibatnya banyak terjadi penyimpangan makna dan kebenaran perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia sejak pasca kemerdekaan.
Kartosuwiryo seorang tokoh pendiri pergerakan Islam dan pendiri Negara Islam Indonesia dianggap sebagai pemberontak yang dianggap melakukan kudeta dan menyebabkan kegelisahan masyarakat. Padahal, umat Islam saat itu sedang merindukan berdirinya sebuah khilafah islamiah, melihat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Berbagai pemberontakan terhadap kekuasaan pemerintah disebabkan lemahnya pemerintahan rezim Soekarno yang ditandai seringnya terjadi pergantian sistem pemerintahan mulai dari otoriter, liberal, dll. Keadaan yang semakin tak menentu ini membuat banyak oknum – oknum petinggi negara yang memanfaatkan keadaan yang tidak menentu ini. Mulai dari melakukan KKN, menyebar isu kegagalan pemerintah hingga kudeta dan pemberontakan.
Itulah sebabnya banyak bermunculan gerakan anti pemerintah era Soekarno. Perseteruan ideologi bangsa yang semakin berkembang menyingkirkan umat Islam pada posisi yang semakin mendesaknya untuk terus bertahan tanpa memberikan perlawanan berarti. Satu – satunya gerakan Islam yang mendapat perhatian besar dari pemerintah pada saat itu adalah gerakan DI/TII. Dalam tinjauan sejarahnya, dapat terlihat jelas asal muasal lahirnya berbagai paham yang mempengaruhi ideologi bangsa. Peran Islam sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW sekaligus agama yang dianut mayoritas penduduk Indonesia sampai detik ini masih menjadi sumber kegelisahan besar musuh – musuhnya yang berusaha mencari kelemahan agama Islam dari dalam.
Namun, usaha mereka selalu menemui kebuntuan sebagai bukti kesempurnaan agama Islam. Akhirnya, para musuh Islam membuat skenario besar dan mengubah target penyerangannya, yaitu para penganutnya. Dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia, adalah hasil rekayasa musuh – musuh Islam sebagai upaya memperlemah kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, yaitu negara yang memiliki penduduk penganut agama Islam paling besar didunia. Indonesia adalah Negara yang kaya dengan hasil alamnya. Banyak negara – negara lain yang melihat kelebihan ini dan mencoba menguasainya demi kepentingan pribadi.
Ironisnya, bangsa Indonesia sendiri tidak tahu bagaimana memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya. Minimnya ketersediaan SDM yang berkualitas memberi peluang besar bagi bangsa lain untuk turut andil bagian mengeksploitasi SDA Indonesia yang kaya. Hal ini membuat negara Indonesia memiliki ketergantungan terhadap negara lain, dan negara yang paling banyak memberi sumbangsih adalah Amerika Serikat. Sejak dulu, Indonesia belum sepenuhnya lepas dari penjajahan bangsa asing. Hal ini ditandai dari tingkat kemakmuran masyarakat yang tinggal dinegeri yang kaya SDA.
Apakah masuk akal jika Indonesia yang sudah merdeka sejak tahun 1945 dan memiliki SDA yang melimpah masih kesulitan mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, KKN, dsb? Sama sekali tidak masuk akal, kecuali sebuah kesimpulan bahwa bangsa Indonesia masih terjajah. Budaya asli bangsa Indonesia telah hilang sejak lama. Semangat perjuangan zaman penjajahan telah pudar oleh materialisme yang meracuni lewat debu modernisasi. Sikap kekeluargaan dan gotong royong telah digantikan oleh individualisme.
Pemahaman agama dan semangat jihad tergantikan oleh fanatisme keagamaan. Mustahil seorang muslim dapat merasakan manisnya iman tanpa mengenal terlebih dahulu siapa Tuhannya. Mental yang lemah untuk melawan keragu – raguan dalam kehidupan beragama menyebabkan kebutaan dan cacat bawaan. Jika saja seorang muslim mau mendekatkan diri kepada Tuhan dengan cara merenungi(berkontemplasi) dan menelaah lebih dalam akan ciptaan-Nya, selayaknya seorang yang melihat sebuah hasil karya lukisan seorang seniman terkenal tanpa pernah bertemu dengan seniman itu, namun dapat memahami berbagai macam pesan yang disampaikan sang seniman dan merasa dekat dengannya melalui karyanya, niscaya segala keraguan akan terjawabkan dengan logika yang dapat diterima akal.