Minggu, 26 Juni 2011

Doa Untuk Pemimpin Negeri

















Negeriku yang indah
Negeriku yang kucinta
Sekarang kau sekarat
Diremas, diinjak, digerogoti
Diremas,
Moral bangsa yang hancur akibat segala ketidak adilan dan kebohongan
Dan penjajahan
Diinjak,
Hutan – hutan yang kini rata dengan tanah membawa musibah dan bencana
Digerogoti,
Oleh korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membudaya dari atas hingga bawah
Sungguh berat tugasmu wahai pemimpinku
Harimu disibukan oleh masalah
Telingamu bising oleh cemooh dan kritik tak bertanggung jawab
Mulutmu berbusa akibat bawahan yang tuli
Matamu merah akibat melihat penderitaan rakyat
Nafasmu sesak oleh udara disekelilingmu
Sungguh sulit tugasmu wahai pemimpinku
Amanah dan tanggung jawab begitu besar
Kau emban semua itu sendirian
Tak ada yang memperhatikan
Tak ada yang perduli
Hingga kini kau seperti ini
Akan aku coba untuk membantu
Dengan doa dan bait puisi
Negerimu, adalah negeriku
Rakyatmu, adalah saudaraku
Tugasmu, adalah tugas kita
Semoga Tuhan mendengarnya
Doa yang kupanjatkan untuk pemimpin negeriku

BUDAYA KETERPURUKAN


Aku terpuruk
Hingga dunia seakan membenciku
Sahabatku terpuruk
Seakan tiada berteman
Orang tuaku terpuruk
Membuat hidup seakan terbalik
Keluargaku terpuruk
Sampai orang – orangpun menjauhi kami
Guruku terpuruk
Seakan ilmu tak lagi berguna
Warga kampungku terpuruk
Seolah kami terisolasi
Pacarku terpuruk
Bagai cinta tidak lagi dimilikinya
Teman kerjaku terpuruk
Seperti ditinggal oleh orang yang dicintainya
Pejabat negeriku terpuruk
Seolah kalah dalam perang
Pemimpin negeriku terpuruk
Seakan gagal mengemban amanah
Negeriku terpuruk
Seakan tidak ada lagi kebahagiaan didunia
Budaya keterpurukan merajalela
Kebahagiaan seakan hilang begitu saja
Semua seakan dihantui ketidak pastian
Hidupku, hidupmu, hidup kami
Seakan sepi dan merasa kesepian
Budaya keterpurukan
Tidak dapat dihindari
Namun dapat diatasi
Berdoalah kepada Tuhan
Bersabarlah untuk kebahagiaan
Bangkitlah untuk harapan
Karena Tuhan Maha Mendengar

Jumat, 17 Juni 2011

Diriku Sempurna

Diriku adalah ada
Dalam diriku ada daya
Dalam diriku ada daging
Dalam diriku ada darah

Dalam diriku ada hidup
Dalam diriku ada mati

Dalam diriku ada baik
Dalam diriku ada jahat

Dalam diriku ada cinta
Dalam diriku ada benci

Dalam diriku ada akal
Dalam diriku ada nafsu

Dalam diriku ada berhasil
Dalam diriku ada gagal

Dalam diriku ada berani
Dalam diriku ada takut

Dalam diriku ada takdir
Dalam diriku ada palsu

Dalam diriku ada kendali
Dalam diriku ada liar

Diriku, sempurna

FATAMORGANA MASA LALU

Sore itu, seperti biasa aku kantukan diriku
Demi menikmati hari sisa – sisa hidupku yang masih panjang
Tidak ada salahnya kan menjemur pikiran di kala senja?
Lagipula hari ini aku tidak memiliki agenda apapun
Paling tidak beberapa telah aku penuhi
Mungkin tidak ada salahnya mengembara mencari kesenangan kecil dengan teman wanitaku
Kusebut teman wanita karena memang ia temanku dan ia seorang wanita
Kemana kau membawaku kawan?
(Kalian perlu catat dia yang membawaku)
“Menolongku” jawabnya
Baiklah...
Hm... dimana dia menaruh dirinya?
Apakah sudah dekat?
Kenapa aku merasa tidak asing dengan tempat ini?
Kenapa aku merasa seakan aku sudah pulang (kembali)?
Ini tempat bermainku
Ini tempat yang menyimpan masa laluku
Aku tahu, karena ia tidak berubah
Baumu sama...
Ragamu tak kunjung tergerak mengikuti zaman...
Dan, dirimu masih menyimpan dirinya...
Dag.. dig.. dug.. jantungku berdegup lebih cepat
Bertanya dalam diriku
Masihkah ia ada disana?
Dia...
Kemudian dia...
Dan dia lagi...?
Mataku sibuk mencari
Hatiku sibuk bicara
Pikiranku menyimpan tanya
Perasaanku menyimpan rindu
Namun mulutku diam membisu
Aku duduk diteras rumah
Tentu bukan rumah diantara “dia – dia atau kamu”
Rumah yang lebih berkepentingan didatangai
Duduk diantara mereka tak menghentikan laju hayalku
Aku masih menunggu bayangan tak pasti
Bayangan dari masa lalu yang tak kasat wujudnya saat ini
Tentu itu karena kau pasti berubah
Entah kurus, gemuk
Putih, hitam
Tinggi, pendek
Tampan, cantik, jelek
Hayalku berbuah fatamorgana
Semakin kuat.. semakin kuat..
Pertanda apa ini?
Aku seperti melihat masa laluku dalam sebuah layar
Berisi semua memori masa lalu
Apa karena terlalu lama aku melupakan ini?
Atau karena aku telah jauh dari kalian dan masa kecil dahulu?
Aku demam
Demam rindu
Sudahlah aku terperangkap ditempat ini dan masa lalu
Timbul keinginan untuk memutar balikan waktu
Timbul keinginan untuk kembali putih merah kecil
Ya... aku senang dengan masa kecilku dahulu
Terutama kedekatan dengan kalian
Apakah kalian berfikir sama denganku?
Dulu aku tidak tahu kau tampan
Dulu aku tidak mengerti kau cantik
Dulu aku tidak tahu kau hebat
Dulupun, aku tidak tahu kau penuh ego
Aku hanya tahu hari esok kita kan bertemu kembali
Begitu indah fatamorgana ini
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Aku mulai merasa ada yang aneh
Aku terlalu terlena oleh masa lalu ini
Terlalu terlena
Ini tidak baik bagiku dan jiwa kecilku
Ini menjauhkanku dari kenyataan
Sadar.. sadar.. bangun!
Ah... setidaknya rasa penasaranku sedikit terobati oleh pernyataan tetangga dudukku
Kawanku...
Aku senang dia masih satu darah dengannya
Matahari semakin redup cahayanya
Aku tahu ini sudah sore, dan pasti kalian para tetangga dudukkupun menyadari itu
Iya kan?
Hufh... mari pulang
Apa itu?
Bunyi tawa...
Rambut pirang?
Seorang gadis
“tuh dia” katamu mengagetkanku
“Itukah dia!” kataku dalam hati
Hebat, dia semakin cantik
Aku senang memiliki teman seperti kalian
Sejenak fatamorgana itu kembali
Secepat itu pula sosokmu kembali hilang
Yah, seperti biasa... tak ada yang berubah darimu dan diriku
Setidaknya aku puas dengan hari ini
Aku mendapat kesenangannya
Ok, kita pulang




Sabtu, 11 Juni 2011

CINTAI BUMI

“Maknai kehidupan kita dengan mencintai pohon” demikian kutipan judul puisi yang dibuat oleh Bapak Eka Budianta, advisor Jababeka Botanic Garden dalam seminar Lingkungan Hiudp yang diadakan oleh eLKAIL (Lembaga Kajian Advokasi dan Informasi Lingkungan Hidup) bertemakan “Cintai Bumi Mulai Hari ini”. Seminar ini dihadiri oleh para pelajar SMA sederajat se-Cikarang Kota yang diselenggarakan di GOR MAN Cikarang. Acara seminar ini berlangsung dengan khidmat dan penuh manfaat melihat bahwa kesadaran para pelajar dan masyarakat sangat rendah terhadap pelestarian lingkungan hidup. Seperti halnya tema yang diangkat pada seminar ini, para peserta bahkan tamu undangan yang terdiri dari pejabat pemerintah daerah, industriawan, TNI dan POLRI untuk bersama – sama mulai menanamkan rasa cinta terhadap lingkungan kita, demi kelangsungan hidup makhluk hidup dan terutama anak cucu kita dimasa depan. Mungkin, hari ini, kita masih bisa menikmati udara yang kita hirup. Mungkin, hari ini, kita masih bisa meminum air yang kita minum. Dan mungkin, hari ini, kita masih bisa merasakan hangatnya matahari yang menyinari. Tapi bayangkan 10 sampai 20 tahun kedepan, jika kita masih belum juga peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup, bagaimana nasib anak cucu kita!

Salah satu penyebab berbagai masalah yang terjadi dibumi ini adalah global warming (pemanasan global). Dampak yang ditimbulkan seharusnya sudah dapat menyadarkan kita akan bahaya yang dapat terjadi. Terjadinya global warming bukanlah tanpa sebab, melainkan akibat ulah tangan manusia. Kepadatan penduduk, penebangan hutan, menjamurnya pabrik – pabrik, serta semakin bertambahnya emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan bermotor yang setiap tahunnya semakin bertambah adalah penyebab utama terjadinya global warming. Selayaknya kita sebagai makhluk paling sempurna yang diciptakan oleh Allah SWT tidak menyombongkan diri dengan berbuat kerusakan di bumi ini.
Selayaknya pula, kita mulai belajar menumbuhkan rasa cinta terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Seperti yang tertulis dalam salah satu bait puisi berjudul  “Maknai Kehidupan Kita dengan Mencintai Pohon” karangan Eka Budianta dibawah ini :

Kabarnya pohon adalah makhluk yang setia. Pohon mangga tidak akan berbuah manggis. Pohon kelapa tidak menipu anak keturunannya. Tiap buah akan diupayakan sama bulatnya, sama matangnya. Mereka tidak berselingkuh dan tidak korupsi. Pohon – pohon itu hidup dalam persaingan ketat. Didalam tanah mereka berebut hara, diangkasa berebut sinar matahari. Tetapi mereka tidak saling mengkhianati. Mereka polos dan tulus berkembang seirama musim dan karakter pribadi. Tidak bersandiwara. Saling menerima dan saling memberi.

Semangat yang dimiliki beliau untuk menyelamatkan bumi dengan mencintai pohon sangat laur biasa. Tidak hanya itu, beliau pun membuktikan kecintaannya dengan membuat program menanam pohon di kawasan industri Jababeka Cikarang dan menjabat sebagai Advisor Jababeka Botanic Gardens. Tidak hanya beliau, pemerintah Kabupaten Bekasi pun telah banyak menanamkan kesadaran dan kecintaan masyarakat terhadap lingkungan hidup dengan berbagai kegiatan, salah satunya adalah program Sekolah Berbudaya Lingkungan (SBL). Tujuan SBL ini sendiri adalah menyediakan wahana yang mampu mendukung dan berperan nyata dalam upaya menumbuhkembangkan sumber daya manusia yang berbudaya lingkungan. Manfaat akan program SBL ini sangatlah banyak.

Tidak hanya mampu melestarikan lingkungan sekitar, tetapi juga dapat menjadi media sosialisasi, pembelajaran dan menanamkan rasa tanggung jawab akan lingkungan hidup pada masyarakat khususnya khususnya dikalangan pelajar. Jadi, sudah jelas bukan, mengapa kita harus melestarikan lingkungan hidup. Sekaranglah saatnya kita mulai memupuk, menanam, dan memelihara bumi yang kita cintai ini. Agar dimasa depan nanti, anak dan cucu kita bisa menikmati keindahan alam semesta ciptaan Allah SWT yang maha indah. 







Jumat, 10 Juni 2011

JAWARA & PECUNDANG

Mereka yang bercerita
Tentang pecundang dan jawara
Kata mereka, jawara adalah sang pemenang
Jawara adalah hebat, dan jawara adalah diatas
Persepsi mereka adalah kebenaran
Mereka berada tinggi dilangit, dengan bumi berada dibawah telapak kakinya
Sebuah kayangan dengan banyak pilar besar sebagai penopangnya
Lalu mereka bercerita tentang pecundang
Mereka berkata,
Pecundang adalah yang kalah
Mereka terbelakang dan berada dibawah
Pecundang adalah payah dan gagal
Mengurusi diripun sulit
mereka berada dibumi, dibawah telapak kaki para jawara
yang tidak ada lagi lapisan dibawah mereka
lalu mereka melanjutkan,
kala pecundang belajar
mereka mencoba bangkit dan berusaha untuk diri mereka sendiri
hingga kelak merekapun sadar
bahwa mereka semua sama
sama darah…
sama daging…
sama kedudukan…
sama keturunan…
sama harapan…
perlahan, kayangan jawara goyah
lambat namun pasti, pilarnya rubuh
kayangan jawara, hancur
jawara pun jatuh akibat keadaan dibawahnya
mereka tak lagi kuasa, mereka tak lagi hebat
terbelalaklah mereka melihat pecundang
yang memiliki rupa dan wujud yang sama seperti mereka
berada dibumi selama ini
pecundang melihat mereka dengan tenang
wajah jawara yang penuh tanda Tanya
seorang pecundang berkata,
bumi itu indah
begitu juga isinya
langit pun juga indah
namun tidak akan Nampak jika berada diatasnya
kami belajar dari kalian
bahwa dengan menatap langit, kami dapat terus bangkit
para pecundang pun tersenyum lembut penuh kasih




Adakah kau ingin mencari?