Selasa, 26 April 2011

JAM WEKER




Kumandang magrib sudah berkumandang dihari ke-6 liburan ini. Huuh…. Sial, gara-gara lupa hari dan kesiangan bangun pagi sampai tidak sempat untuk ikut menjadi panitia Kemah Akbar di Bojong Mangu bersama teman-teman dari OSIS dan Pramuka MAN Cikarang dan di lokasi. Sore ini ada hal yang berbeda saat pergi untuk melaksanakan shalat magrib berjamaah di mushola kecil depan rumahku itu. Hmm…. Sudah lama rasanya aku tidak mengumandangkan adzan seperti dulu. Entah mengapa semakin pendeknya sisa umurku, semakin kumerasa tak dapat mengendalikan diri dari dosa-dosaku di dunia.

Hmmm…. Sepertinya muadzin agak sedikit telat mengumandangkan adzan dibandingkan masjid-masjid dan mushala lain yang telah mengumandangkan adzan lebih awal sehingga terasa jeda waktu yang agak lama dengan adzan di mushala depan rumahku itu. Belum sempat aku masuk kedalamnya, terdengar bunyi . Bunyi yang tidak asing didengar. Bunyi yang selalu menyakiti telinga untuk membangunkan diri dari lelapnya tidur. Bunyi jam weaker. 

Hmm…. Mungkin jam ini berasal dari rumah disamping Mushala…. Semakin kudekati, bunyi itu semakin mengarah kedalam mushala. Ya… ternyata bunyi itu memang berasal dari jam dinding yang dipasang dimushala ini. Aneh… hmm.. aneh.. kenapa aku bilang aneh? Padahal hal ini wajar-wajar saja! Ya, aneh.. sebelumnya jam ini tak pernah berbunyi. Bertahun-tahun aku mengunjungi mushala ini baru kali ini aku dengar jam weaker yang terpasang didiniding ini berbunyi.

Lama kudengar, bunyi ini semakin mengganggu ditelinga. Sayang aku tidak dapat meraihnya di atas dinding agar bunyi itu bias kuredam. Yaaah…. Apa boleh buat, sebentar lagi iqomat akan dikumandangkan, biarkan saja dulu. Teringat bahwa jam weaker itu adalah barang yang sangat bermanfaat. Tapi, saat ini ia terlihat seperti polutan yang berada ditempat yang salah karena bunyinya yang mengganggu itu. Kurenungkan sejenak akan kehidupanku sekarang yang penuh perubahan masa remaja. 

Selama ini aku berusaha untuk menjadi berbeda. Tapi, aku memandang bahwa semua hal pada dasarnya sama. Sampai sekarang aku masih mencari apa yang membedakan semua hal didunia. Jika aku memikirkan perkataan Allah dalam Alquran yang mangatakan bahwa yang membedakan manusia satu dengan lainnya adalah ketaqwaannya, hmm…. Sepertinya aku masih harus terus menempa keimanan dan ilmuku. Jika kau sudah merasa berbeda dengan orang lain, maka kau harus sadar dimana letak perbedaan itu dan posisimu sendiri diantara orang lain. Kalau begitu, dimana sebenarnya letak perbedaan itu? 

Aku pernah merasa bahwa aku berbeda dengan orang lain berdasarkan kemampuan dan pilihanku. Namun, lambat laun aku menyadari bahwa hal itu dapat juga dilakukan oleh siapapun. Siapapun dapat menjadi sepertiku. Kalau begitu, aku tidaklah berbeda dengan orang lain? Kalu begitu, bagaimana caranya menjadi berbeda dengan orang lain? Apa yang membuat diriku berbeda dengan orang lain? Perbedaan! Perbedaan adalah hal yang membuat dunia ini indah. 

Dunia tak kan terlihat indah jika Tuhan menciptakan bunga hanya melati. Dunia tidak akan indah jika hanya ada satu warna. Bahkan dunia tidak akan indah jika tidak ada kejahatan yang menjadikan kebaikan itu sebagai sesuatu yang baik. Banyak tori-teori yang dikemukakan para ilmuwan dan pemikir mengenai perubahan. Kau tidak akan percaya apa yang dapat dipikirkan manusia akan segala penngetahuan didunia. 

Manusia dapat mempertanyakan segala hal, mulai dari hal kecil, hingga hal yang rumit. Mulai dari mempertanyakan alam, hingga mempertanyakan Tuhan. Suatu kebebasan hakiki yang dimiliki manusia. Kebebasan berfikir. Huuuh…. Selesai aku mengerjakan shalat magrib sore ini, rasanya bunyi weaker itu mencoba membunuhku. Aaaaaargh…. Polusi... polusi… ini polusi…. Aku mempersingkat bacaan dzikirku agar dapat segera keluar dari mushala ini untuk menjauhi bunyi yang membunuh ini - tentunya bukan karena ingin meninggalkan mushala karena tidak mau ikut berwirid dan berdo’a. 

sayangnya, sudah sekian tahun lamanya berlalu, jam itu tak lagi berbunyi. Dia menggangguku dengan kerinduannya yang mengganggu.

Senin, 18 April 2011

AKU
























Sebetulnya aku suka jatuh cinta
Lebih suka menemukannya dengan pandangan pertama
Katakanlah aku sedikit percaya dengan harapan 
seperti itu
Tapi entah ia masih ada atau sudah mati
Sudah lama rasionalitas menelan diriku kedalam derasnya tuntutan hidup
Sudah lama juga kehidupan romansa remaja (katakanlah) kutinggalkan
Mari kita melihat sedikit kemasa lalu
Kapan aku mulai....
Aku mulai tidak suka bercerita
Maaf, tadi bukan kelanjutan kalimat
Tapi pernyataan yang berbeda dari sebelumnya
Sengaja kupotong karena keinginan dasarku
Entah apa yang kubutuhkan sekarang
Tapi, hmm..... agak gelap jika kucari sendiri
Ketika pikiranmu gelap oleh realitas – realitas hidup yang tidak membahagiakanmu
Terlebih jika kamu hidup ditengah berbagai pengaruh negatif (kurang menyenangkan)
Pasti pikiranmu gelap akibat semua hal itu
Bahkan agamamu tidak sepenuhnya dapat membantu saat ini
Kenapa?
Memang tidak ada yang berubah dari agama
Tapi intervensi musuh – musuh terhadap paradigma berfikir umat telah berhasil menguasi kita
Ah sudahlah, tak perlu berlagak intelek untuk mengkritisi hal – hal seperti itu
Di zaman ini seekor kudapun mampu menyedot perhatian publik
Sampai dimana kita?
Ouh ia, gelap
Pikiranku gelap, sudah pasti kelakuanku pun gelap
Untuk kasusku keadaan gelap yang aku alami terletak pada ketidak mampuanku menjalin hubungan sosial yang harmonis
Mungkin aku bisa menciptakannya untuk orang lain
Tapi tidak untuk diriku sendiri
Entah dari mana asalnya
Bagaimana prosesnya
Semua itu menghasilkan pribadi yang soliter, penyendiri, dan idealis (entah idealis atau fundamentalis)
Apa karena kajianku terhadap kefilsafatan?
Setahuku aku tidak pernah mendalami filsafat
Setidaknya hanya sekedar bahan bacaan
Apa karena pelarian terhadap cinta?
Atau yang lebih parah akibat luka cinta lama?
Setahuku aku tidak pernah bermasalah dengan cinta
Setidaknya cinta tidak pernah membuatku terluka
Faktor biologis?
Keturunan?
Masyarakat sekitar?
Teman disekolah?
Guru?
Tidak ada
Satu – satunya jawaban yang paling masuk akal dalam diriku terletak pada diriku
Jika semua faktor yang kita bicarakan tadi memang mempengaruhi
Mereka tidak mempengaruhi ku sebagai faktor tunggal
Semua itu kesatuan yang biasa disebut faktor eksternal
Lalu dimana letak semua proses terjadi?
Dikepalaku
Ah... pusing juga
Tidak mudah memang menjadi pribadi yang tidak menyenangkan
Terlebih kau hidup diantara para pecinta
Pecinta buta
Pecinta harta
Pecinta dosa
Pecinta kebodohan
Pecinta perselisihan
Dan pecinta dunia
Aku terjebak diantara absurditas dan realitas
Dilain sisi aku seorang sastrawan amatir yang tertarik pada puisi
Disisi lain aku seorang pemimpin yang memiliki tuntutan oleh publik
Memang aku amatir
Dan memang ini tahap proses belajar
.......
Tunggu dulu!
Bukankah ini menarik
Aku bisa lakukan apapun yang kumau
Aku tidak perlu memperdulikan mereka
Aku tidak perlu memperdulikan bagaimana
Aku tidak perlu meperdulikan kalian
Aku hanya perlu menemukan jawaban
Ah... hei,
Kau tahu
Pikiran seperti itu sering datang menghampiriku
Malangnya, itu tidak pernah benar – benar kulakukan
Kusarankan pada kalian agar tidak melakukan hal serupa
Kecuali kalian menjadi diriku
Sering pula aku berfikir, kapan kira – kira pikiran itu akan menguasai diriku
Merubahku menjadi pribadi yang utuh
Yang utuh dalam gelap

Adakah kau ingin mencari?