Trotoar berbagi panasnya dengan kami
Bising kepala bunyi kendaraan tak pernah jemu memanggil
Setiap hari, tubuh bermandikan debu dan asap
Bau dan lengket
Mereka tahu kami disini
Berjualan sepanjang hari
Mendirikan toko dari papan dan bambu
Kota semakin sempit
Tiada lahan bisa kami tempati lagi
Setiap sore kami pulang membawa letih
Mengunci rapat kelu kesah dalam mulut dan hati
Hanya anak – anak kami yang menjerit
Rembulan malam terasa mati
Tak nampak lagi indah oleh gemerlap kota
Dihunian sempit ini kami hidup
Beralaskan tikar bertapkan seng bocor
Membebaskan laju air kala hujan
Kami yang hilang, kami yang tak terdengar
Tak tahu kenapa, tak tahu harus bagaimana?
Yang kami tahu, kami manusia
Butuh makan dan tempat tinggal
Sebelum mentari terik menyinari
Teriak tangis dan amarah memuncak
Tak dapat lagi tertahan, tak dapat lagi keluar
Habis tak bersisa
Kala kendaraan besi meratakan warung – warung kami