Catatan Harianku . . . . .
Aku senang, hari ini bisa berjalan seperti biasa dihadapan rimbun pohon yang dibasahi embun. Sayangnya aku lupa membawa buku kesayanganku. Betapa aku khawatir jika saja buku itu hilang. Mengingat buku itu adalah buku peninggalan mendiang Ayahku. Sudah puluhan tahun aku menjajaki tanah gersang berpenduduk padat yang kaya akan kehidupan marjinalnya ini. Ya, disini. Dikota Tembang tua.
Aku senang, hari ini bisa berjalan seperti biasa dihadapan rimbun pohon yang dibasahi embun. Sayangnya aku lupa membawa buku kesayanganku. Betapa aku khawatir jika saja buku itu hilang. Mengingat buku itu adalah buku peninggalan mendiang Ayahku. Sudah puluhan tahun aku menjajaki tanah gersang berpenduduk padat yang kaya akan kehidupan marjinalnya ini. Ya, disini. Dikota Tembang tua.
Aku terbayang setiap kali melihat jijiknya melihat trotoar jalan saat pertama kali aku datang ke kota ini. Berharap ada seseorang yang sadar bahwa mengencinginya adalah perbuatan keji. Terlebih saat tahu bahwa aku tinggal didekatnya. Ironisnya, semakin lama aku mulai terbiasa. Untunglah aku berasil mengusir para pelaku itu dengan gonggongan anjing baruku.
Pagi ini, seperti biasa aku berangkat ke sekolah. Sekolah yang telah dijanjikan untuk diriku. Sekolah yang kukira cukup populer dikota ini. Awalnya menyenangkan. Untunglah aku bisa beradaptasi. Belajar seperti murid kebanyakan. Bercanda dan tertawa bersama teman. Berdiri didepan kelas akibat dimarahi guru. Semua biasa, sampai kutahu ada yang ganjil.
Kukira menjadi pelajar disekolah ini adalah kesenangan. Sampai kutahu bahwa ini rekayasa. Sebuah buku menyadarkanku akan dianjurkannya berkelana menuntut ilmu. Tidak kukira bahwa sekolahku seperti penjara. Mengapa semua pakaian kami disamakan disini? Kenapa dibuat gerbang setinggi langit tanpa celah tikus sedikitpun? Mengapa aku merasa diawasi bahkan sampai kepojok wc? Porsi makanku diatur. Teman – temanku direkayasa. Semua bagai pengekangan yang membabi buta.

Ketika aku sadar, semua nampak berbeda. Sungguh sebuah alasan konyol bersekolah disini untuk menimba ilmu. Sandiwara membosankan oleh segelintir orang. Menggunakan aku sebagai wayangnya. Mendalangi masa depan. Menyetir hidup kearah tujuan yang “dianggap” benar. Inilah yang benar! Inilah yang salah! Jangan salah dan harus benar! Tak perlu tahu harus kenapa! Tak perlu tahu ini untuk apa! Kau kerja, kau selamat.
Aku ingin himpun masa. Aku ingin mendobrak tembok derita ini. Mari bersorak. Mari memberontak. Dalam dunia pendidikan yang membunuh karakter anak bangsa.
(Catatan : realitas pendidikan Indonesia yang sempat kalut membuat kondisi psykologis pelajar menjadi labil, dan tidak sedikit yang berhenti untuk sekolah pada saat itu akibat kedzaliman sistem pendidikan yang tidak didasari oleh kasih sayang. dan hal itu pula yang mendorong timbulnya kriminalitas, moral bangsa yang jatuh, dan perlawanan para pelajar. semoga hal ini tidak lagi terulang di zaman ini agar tidak ada lagi masa depan yang dikorbankan.)
(Catatan : realitas pendidikan Indonesia yang sempat kalut membuat kondisi psykologis pelajar menjadi labil, dan tidak sedikit yang berhenti untuk sekolah pada saat itu akibat kedzaliman sistem pendidikan yang tidak didasari oleh kasih sayang. dan hal itu pula yang mendorong timbulnya kriminalitas, moral bangsa yang jatuh, dan perlawanan para pelajar. semoga hal ini tidak lagi terulang di zaman ini agar tidak ada lagi masa depan yang dikorbankan.)